Singaraja, Setelah Pengadilan Negeri (PN) Singaraja menyatakan tidak memiliki kewenangan mengadili gugatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Pengastulan Kecamatan Seririt Buleleng, namun menerima eksepsi para tergugat, Selasa 7 Nopember 2023 babak baru dilakukan Desa Adat Pengastulan dengan menyatakan banding.
Dilakukan banding atas sengketa lahan dengan pengugat Bendesa Adat Pengastulan Nyoman Ngurah dan tergugat Kepala Desa/Perbekel Pengastulan Putu Widyasmita dan Kepala Kantor BPN Buleleng berdasarkan sejumlah pertimbangan dan dalil-dalil hukum.
“Kami sudah melakukan upaya banding karena dalam dalil kami bahwa tergugat pertama dan tergugat kedua sudah melakukan perbuatan melawan hukum,” ungkap Komang Sutrisna selaku kuasa hukum Desa Adat Pengastulan di Buleleng di PN Singaraja.
Lebih lanjut dijelaskan kuasa hukum Desa Adat Pengastulan, mesti eksepsi dari tergugat diterima pengadilan namun terkait obyek masih dalam status sengketa sebab belum ada keputusan secarategas terkait dengan sengketa yang terjadi.
“Objek sengketa tidak diperiksa sama sekali, baru diperiksa kewenangan absolut saja, belum bisa dilanjutkan prosesnya, objek ini masih dalam proses sengketa, tidak ada putusan siapa pemenangnya, upaya kita adalah mencari jalan terbaik agar pengastulan damai, jangan sampai keputusan seperti ini memancing keributan seharusnya didamaikan kenapa bisa ada putusan aneh seperti ini,” ucap Sutrisna.
Komang Sutrisna menyebutkan, salinan keputusan atassengketa PTSL terseut di PN Singaraja, hingga Selasa 7 Nopember 2023 belum diterima dan disisi lain pihaknya tidak mengetahui pertimbangan majelis hakim, menerima eksepsi dari para tergugat.
“Pada intinya kami sangat menghormati keputusan majelis hakim, tapi kami sangat kecewa, karena belum adanya pemeriksaan alat bukti. Kami sebenarnya menekankan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat 1 dimana memperlihatkan tergugat 1 tidak koordinatif dan menjalankan prosedur pengajuan permohonan PTSL di desa dengan benar, tidak melibatkan pemerintahan desa adat,” imbuhnya.
Sutrisna menekankan, dimana dalam perkara tersebut meloloskan permohonan-permohonan mengenai PTSL pribadi padahal dapat disadari karena sudah disiarkan secara umum. Bahwa, pelemahan desa yang ada di Banjar Kauman, merupakan pelemahan desa adat, seakan-akan mengabaikan awig-awig yang tentunya juga mengabaikan keberadaan Desa Adat, sekaligus menyakiti perasaan krama adat Pengastulan.
“Proses PTSL yang salah dan cacat hukum inilah yang disebut perbuatan melawan hukum. Ini merupakan kewenangan dari pengadilan negeri, yang mengadili perbuatan melawan hukum yang dilakukan tergugat 1, sehingga segala proses yang dilakukan oleh tergugat 2 ikut cacat prosedur atas perbuatan melawan hukum. Kami tidak paham, apa sebenarnya pertimbangannya,” pungkas Sutrisna.
Sementara Made Hermayanti Muliartha selaku Juru Bicara PN Singaraja menyebutkan, dalam putusan Majelis Hakim atas sengketa tersebut, tergugat I berperan aktif dalam proses pensertifikatan tanah milik Desa Adat Pengastulan sebagai tanah hak milik dan Surat Pengumuman Data Fisik dan Yuridis Nomor 11782/PTSL.51.08/XII/2022, tanggal 16 Desember 2022 yang dikeluarkan oleh tergugat 2 yang merupakan tindakan sebagai Pejabat Pemerintahan yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara, yang termasuk dalam lingkup tindakan administrasi pemerintahan, sehingga gugatan Penggugat tersebut termasuk dalam Pasal 1 Angka (4) Perma Nomor 2 Tahun 2019 tersebut.
“Yaitu Sengketa Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad), maka apa yang menjadi pokok gugatan penggugat tersebut bukanlah wewenang Pengadilan Negeri Singaraja untuk mengadili perkara tersebut, melainkan wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara,” ungkap Hermayanti Muliartha. (TIM)
Discussion about this post