Singaraja, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Buleleng mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 yang melibatkan anggota DPR-RI asal Buleleng yang merugikan negara sebanyak Rp 319 miliar.
Desakan yang disampaikan Pengiat Anti Korupsi Buleleng, Gede Angastia, Rabu (05/02/2025) setelah memberikan barang bukti baru ke KPK RI agar menuntaskan penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gede Sumarjaya Linggih (GSL) pada awal bulan Januari lalu.
Anggas pangilan akrab Angastia membeberkan, dengan penyerahan barang bukti tambahan berupa dokumen akta perusahaan PT Energi Kita Indonesia (EKI), yang didapatkan dari Kemenkumham RI.
“Dengan tanda bukti penerimaan nomor 2025-A-00113. Dokumen ini didapatkan, setelah kami disurati oleh KPK untuk mencari barang bukti fakta dan data. Setelah ada bukti tambahan ini, KPK agar membuka kasus ini secara terang benderang. Jangan tutupi. Kalau memang ada yang bersalah, biar diproses secara undang-undang. Kalau tidak bersalah, agar tidak menggantung nama terlapor,” tegas Anggas.
Angastia mengatakan, laporan dugaan korupsi itu telah dilaporkannya pada tahun 2022 lalu. Laporan itu terkait dugaan korupsi pengadaan 5 juta set APD Covid-19 pada tahun 2020. GSL diduga melakukan tindakan korupsi bersama pejabat Kementerian Kesehatan RI Budi Sylvana serta beberapa pengusaha lainnya dari PT Energi Kita Indonesia (EKI) dan PT Permana Putra Mandiri (PPM).
“Dalam kasus dugaan korupsi itu, para pelaku disebut meraup keuntungan dengan modus mark up harga, hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 319 Miliar. Dimana GSL ikut dilaporkan, karena sang anggota dewan diduga sempat menduduki jabatan sebagai komisaris di PT EKI,” bebernya.
Angga menegaskan, GSL telah melanggar UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 236 ayat (2), yang berbunyi anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPR serta hak sebagai anggota DPR.
“GSL ini sempat membantah menjadi komisaris PT EKI. Sehingga yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka baru tujuh orang salah satunya pejabat di Kemenkes RI. Sementara GSL belum ada perkembangannya,” sebutnya.
Anggas juga memaparkan dari pertemuan yang dilakukan di KPK, dimana penyidik meminta untuk melengkapi bukti keterlibatan GSL sebagai komisaris di PT EKI. Hingga akhirnya pada Januari 2025 telah mendapatkan akta perusahaan PT EKI yang menerangkan jika GSL sempat menjabat sebagai komisaris di PT EKI pada Maret hingga Juni 2020. Kemudian jabatan tersebut sempat digantikan oleh anaknya yang juga menjadi anggota DPRD Bali pada Juni-November 2020. |TIM
Editor : Made Suartha
Discussion about this post