Singaraja, Paruman Desa Adat Banyuasri dalam rangka Sosialisasi Hasil Keputusan Sabha Kertha MDA Provinsi Bali tentang Wicara Ngadegang Kelian Desa Adat Banyuasri, pada Sabtu 26 Nopember 2022, bertempat di Bale Banjar Desa Adat Banyuasri berlangsung panas. Krama Desa Adat Banyuasri yang hadir dalam paruman itu, sepakat menolak hasil keputusan MDA Bali.
Ada 10 poin dalam keputusan MDA Bali yang dibacakan oleh Sekretaris MDA Kabupaten Buleleng, Nyoman Westa. Krama yang hadir dalam paruman tersebut keberatan dan menolak Keputusan MDA Provinsi Bali, intinya membatalkan seluruh proses Ngadegang Kelian Desa dan Prajuru Desa Adat Banyuasri masa bakti 2022-2027, karena melanggar Keputusan Paruman Desa Adat Banyuasri – Pararem No. 1 Tahun 2021.
Selain itu, MDA Provinsi Bali juga memerintahkan Kelian Desa dan Prajuru Desa Adat Banyuasri masa bakti 2017-2022 untuk melakukan proses ulang Ngadegang Kelian Desa dan Prajuru Desa Adat Banyuasri paling lambat 1 tahun sejak keputusan ini ditetapkan.
Sontak keputusan MDA Provinsi Bali ini mendapat penolakan krama setempat. Mengingat, sebelumnya sudah dilakukan proses Ngadegang Kelian Desa dan Prajuru Desa Adat Banyuasri masa bakti 2022-2027 yang menjadikan Nyoman Mangku Widiasa kembali terpilih sebagai Kelian Desa Adat Banyuasri.
Bahkan dalam paruman tersebut juga diwarnai dengan insiden aksi pengunduran diri Nyoman Mangku Widiasa sebagai Kelian Desa Adat Banyuasri. Sontak pernyataan dari Mangku Widiasa itu mendapatkan reaksi penolakan. Sebagian krama yang hadir menghampiri Mangku Widiasa meminta dirinya tidak mundur.
Alhasil paruman yang berlangsung cukup panas ini menghasilkan keputusan inti yakni, menolak hasil keputusan MDA Provinsi Bali serta rekomendasi SK Pengangkatan dan Pengkuan Kelian Desa dan Prajuru Desa Adat Banyuasri masa bakti 2022-2027 dari MDA Kecamatan dan Kabupaten segera diterbitkan paling lambat seminggu dari hasil paruman ini. “Usulan hasil paruman ini, MDA Kecamatan dan MDA Kabupaten akan mengawal ke MDA Bali,” kata Westa yang juga mantan Kelian Desa Adat Banyuasri dihadapan krama.
Wakil Kelian Desa Adat Banyuasri, Nyoman Sadwika mengatakan, keputusan MDA Bali terkesan memihak para pemohon wicara (11 orang kesepekang yang membuat dan menandatangani surat penolakan Ngadegang Kelian Desa Adat Banyuasri). “Keputusan ini memihak. Apa yang kami berikan informasi saat sidang di Provinsi selaku para Termohon tidak muncul dalam keputusan ini,” kata Sadwika.
Mestinya, penyelesaian persoalan ini dilakukan melalui mediasi di MDA Kecamatan. Jika gagal di Kecamatan, mestinya dilakukan penyelesaian di MDA Kabupaten, namun justru hal itu tidak dilakukan melainkan membawa persolan ini ke MDA Provinsi Bali. Terlebih lagi, keputusan MDA Bali bersifat final.
“Sebenarnya 11 orang kesepekang itu, hanya membuat guru piduka dan meminta maaf. Mungkin kaca mata MDA, kesepekang itu berat. Mereka membuat surat ke MDA Provinsi, mestinya ke Kerta Desa selesaikan secara Internal. Saat dipertemukan Kerta Desa, ada fakta tuduhan mereka itu tidak berdasar dan mereka juga mengakui,” ujar Sadwika.
Meski demikian Sadwika mengaku, krama Desa Adat Banyuasri tetap berpegang teguh terhadap hasil paruman, yakni meminta agar MDA Kecamatan dan Kabupaten segera membuat rekomendasi terhadap SK Pengangkatan dan Pengakuan Kelian Desa dan Prajuru Desa Adat Banyuasri masa bakti 2022-2027, paling lambat 1 minggu sejak hasil paruman ini.
“Kalau tidak dipenuhi, krama akan datang ke Majelis Adat (MDA) untuk menguatkan. Kalau juga tidak dipenuhi, maka krama akan tetap mengakui Kelian Desa dan Prajuru Desa Adat Banyuasri masa bakti 2022-2027 hasil proses Ngadegang pada Februari lalu sesuai paruman, bukan dari MDA Provinsi,” pungkas Sadwika. (ARK)
Discussion about this post