Singaraja, Perseteruan antara Desa Adat Pengastulan dengan pemerintah Desa Pengastulan di Kecamatan Seririt semakin meruncing, bahkan disebutkan Perbekel Pengastulan disinyalir telah melakukan perbuatan melawan hukum berkaitan dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Demikian terungkap, Rabu 16 Agustus 2023 dalam pertemuan lanjutan yang digelar Pihak Desa Adat Pengastulan bersama LBH Bali Metangi dengan Puluhan perwakilan masyarakat Adat. “Perkara ini jangan sampai menjurus pada politik, SARA dan menimbulkan suasana tidak kondusif karena ini murni masalah sengketa perdata, pidana dan administrasi,” ujar lebih lanjut I Komang Sutrisna, SH., selaku kuasa hukum Desa Adat Pengastulan.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Balai Pertemuan Desa Adat Pengastulan itu juga mengungkap perkembangan kasus gugatan PTSL di Desa Pengastulan, dimana kuasa hukum Desa Adat menyampaikan bahwa seharusnya dalam konteks perdata, telah memiliki catatan historis untuk menjadi dasar dalam pengajuan PTSL.
“Setelah saya lihat dan ditunjukkan warkah-warkahnya ternyata ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan yakni, pengakuan sporadik penguasaan lahan, seharusnya ada tanda tangan dari jero bendesa itu tidak ada, kemudiaan koordinasinya dengan Jero bendesa tidak ada, kemudian akta jual beli itu tidak ada, ada beberapa akta jual beli yang ditandatangani umurnya baru 16 atau 17 tahun melakukan jual beli, itu ternyata ditanda tangani oleh sah atau ditandatangani oleh perbekel, ini sudah over,” beber Sutrisna dari LBH Bali Metangi.
Hal lain juga, adalah waris yang diungkap oleh pengacara Sutrisna sebagai perbuatan melawan hukum adalah SPPT yang diwariskan serta tidak ada hal historis yang diwariskan, bahkan juga dalam jual beli, perbekel terlibat didalamnya.
“Jadi tidak ada rincikan 1934, kita harus mempunyai keyakinan atau kepercayan bahwa dasar dari sejarah desa adat dan awig awig yang sudah tersurat ini bukan yang tersirat tapi sudah tersurat dengan kuat,” tegas Sutrisna.
Berkaitan dengan pengerusakan dan perobekan spanduk, kronologi dan kompilasikan dengan dugaan dugaan yang lain terkait pelayanan, itu akan ditindaklanjuti secara bertahap “Kita sudah diajak berkomunikasi, dan dimintai bukti bukti, hasil komunikasi ini kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten buleleng, dan pemerintah kabupaten buleleng tidak akan tinggal diam atau tutup mata karena ini berkaitan dengan pelayanan publiknya, program program desanya,” ungkap Sutrisna.
Sementara Jero Bendesa Adat Desa Adat Pengastulan, I Nyoman Ngurah menyampaikan bahwa kegiatan paruman yang digelar serangkaian upacara Tilem di Desa Adat pengastulan sebagai kegiatan rutin yang dihimbau oleh Gubernur Bali.
“Acara ini sebagai upaya memberikan informasi kepada masyarakat adat terkait gugatan warga pada proses PTSL, dan kebetulan pihak pengacara sedang berada di Buleleng jadi kita gabung antara paruman ini, yang akan dirangkai dengan kegiatan melasti jelang purname tilem,” tegas Bendesa I Nyoman Ngurah.
Sementara, salah satu warga adat Desa pengastulan yang sempat hadir yakni, Ni Luh Gede Purnamawati, SH, Mkn, MH menyampaikan bahwa sebagai pihak yang pertama kali mendengar kasus ini akan tetap mengawal proses hukum yang sudah dilakukan oleh Tim Pengacara dari Taksu Bali dan LBH Bali Metangi.
“Dengan kejadian ini saya sangat merasa sedih dan kecewa, dengan begitu gampangnya dari pihak krama yang mengajukan PTSL kepada pemerintah, begitu gampangnya menerima dokumen itu secara gamblang, seharusnya kedepannya pemerintah dalam pensertifikatan PTSL harus terjun dicek langsung, tanah desa, tanah pribadi atau tanah negara, itu harus dicek semua,” ucap Purnamawati yang juga berprofesi sebagai Notaris/PPATK.
Purnamawati juga meminta kepada warga desa pengastulan atau warga desa pengastulan yang merantau, supaya mensupport dam memberi dukungan, masukan agar Desa pengastulan aman. “Saya ingin agar desa kita ini aman, dan untuk diketahui bahwa solidaritas kita di desa ini sudah berpuluh puluh tahun sudah terjalin, karena masalah ini menjadi kacau karena pancingan pancingan pihak tertentu,” tegasnya.
Kemudian yang utama pihaknya selaku warga adat pengastulan, adalah menyelamatkan jalur melasti, dan sedikit ada was was jika tanah jalur melasti ini di sertifkatkan atas nama pribadi. “Apa yang terjadi jika tanah jalur melasti itu atas nama pribadi, saya ingin menyelamatkan untuk kedepan dan masa depan anak anak dan cucu kita, dan saya juga berterima kasih kepada krama desa dalam kejadian ini begitu tenang dan kondusif,” pungkasnya.
Seperti yang telah diberitakan sebelum oleh Balijani.id, bahwa Banjar Dinas Kauman Desa Pengastulan yang memohon diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Hal ini membuat warga desa adat memprotes dan melakukan gugatan atas proses pensertifikatan melalui PTSL oleh Perbekel dan Kantor BPN Singaraja. (TIM)
Discussion about this post