Bangli, Bawaslu mengimbau ASN dan Kepala Desa di Bangli untuk memastikan namanya tidak tercatut sebagai anggota atau pengurus Parpol di dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Jika memang ditemukan nama yang seharusnya tidak terdaftar, mereka dapat melaporkan hal tersebut kepada Bawaslu setempat.
Anggota Bawaslu Bali I Ketut Rudia mengatakan pencatutan nama warga sebagai anggota atau kepengurusan parpol merupakan pelanggaran pemilu yang pada ujungnya berpotensi menyebabkan sengketa proses Pemilu. Untuk mengantisipasi hal tersebut Bawaslu telah mendirikan Posko Pengaduan Masyarakat.
“Ketika nanti memang ada penyalahgunaan data diri masyarakat yang dicatut oleh Parpol silakan melakukan pengaduan ke Bawaslu,” kata Rudia dalam kegiatan sosialisasi peraturan Bawaslu dan produk hukum non peraturan Bawaslu yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kabupaten Bangli di Hotel Pramana Zahill Kintamani, Selasa 6 September 2022.
Kordiv Hukum, Humas dan Datin itu menyebutkan saat ini sedang berlangsung tahapan Verifikasi Administrasi Partai Politik. Sesuai dengan PKPU Nomor 4 Tahun 2022, tahapan ini dilakukan untuk membuktikan tidak terdapat anggota Partai Politik yang berstatus sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Aparatur Sipil Negara, Penyelenggara Pemilu, Kepala Desa, atau jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Dijelaskannya jabatan lainnya yang dimaksud adalah jabatan yang memang secara jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan melarang seseorang dengan jabatan tertentu ikut menjadi anggota partai politik seperti Badan Permusyawaratan Desa, Tenaga Pendamping Profesional Desa, Dewas/Komisaris/Direksi BUMD, sampai Prajuru desa Adat.
“Jadi sepanjang jabatan itu tidak memiliki landasan/dasar yang berkekuatan hukum melarang untuk menjadi anggota partai politik, maka tetap diperbolehkan untuk menjadi anggota partai politik sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan dalam pasal 14 UU No 2 Tahun 2008,” tutur Pejabat asal Baturingit Karangasem itu.
Lebih lanjut Rudia menjelaskan mengapa jabatan lainnya dilarang menjadi anggota partai politik dikarenakan apabila jabatan-jabatan seperti kepala desa atau anggota direksi tidak dilarang menjadi anggota parpol, dikhawatirkan akan adanya ketidaknetralan dalam melayani masyarakat sehingga berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik yang tidak sesuai dengan standar pelayanan publik.
Sementara, kata Rudia pemberian pelayanan sesuai dengan standar pelayanan publik adalah kewajiban dan janji yang harus dipenuhi penyelenggara pelayan publik sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009, bahwa standar pelayanan ini adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
Sehingga sudah sepantasnya masyarakat memperoleh haknya dalam pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 huruf (i) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009, bahwa masyarakat berhak atas mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
“Ketika mengacu pada pasal 280 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, hal itu menegaskan bahwa pelayanan birokrasi tidak boleh terganggu oleh kepentingan politik praktis, sehingga menegaskan jabatan lainya sepanjang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, jika ditemukan dalam proses verifikasi keanggotaan partai politik, haruslah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS),”ujarnya.
Sementara Dosen Universitas Udayana A. A. Istri Ari Atu Dewi yang hadir sebagai narasumber dalam sosialisasi tersebut mengatakan bahwa, kunci kesuksesan Pemilu adalah partisipasi masyarakat. Untuk itu masyarakat adat khususnya di Bali bisa menjadi kunci kesuksesan Pemilu dengan menjadi mitra potensial bagi Bawaslu dalam pengawasan Pemilu.
“Secara formal lembaga negara yang bertugas mengawal pengawasan pemilu adalah Bawaslu, namun hakikat demokrasi, rakyatlah yang sebenarnya menjadi pelaku utama dalam Pemilu,”kata dia.
Dijelaskannya, peran masyarakat dalam Pemilu adalah menjadi pengawas partisipatif yang dimana perannya adalah membantu Bawaslu dalam hal pencegahan, mengawasi atau memantau proses Pemilu, serta memberi informasi awal kepada jajaran pengawas pemilu dan melaporkan dugaan pelanggaran kepada pengawas pemilu. “Saya sangat yakin jika Bawaslu semakin gencar menggandeng masyarakat sebagai pengawas partisipatif, maka pemilu di Indoesia akan menjadi lebih berkualitas,” pungkasnya. (TIM)
Discussion about this post