Singaraja, Sejumlah sopir angkutan barang memenuhi janjinya mendatangi DPRD Buleleng untuk memastikan aspirasi soal aturan terkait dengan over dimension dan over load (ODOL), dapat diterapkan secara adil dan tersampaikan ke jajaran pemerintahan lebih atas. Sebelumnya aspirasi para sopir angkutan itu disampaikan dalam bentuk surat ditujukan kepada Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna.
Pada kop surat penyampaian aspirasi tertulis Buleleng Drivers Organitation (BULDOG) dengan prihal penyampaian aspirasi para driver logistic all Komunitas Buleleng, Rabu 16 Maret 2022, Beberapa poin tuntutan mereka yakni, agar dilakukan revisi terhadap UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, Regulasi tarif angkutan Logistik, Kedailan penindakan dijalan (baik oleh kepolisian maupun Dishub), Jaminan muatan apabila undang-undang ini belum terealisasikan, tidak ada penindakan ODOL/Penilangan selama UU ODOL masih dalam proses revisi, menindak ekspedisi/pemilik barang nakal dan mempermudah uji KIR kebiajaksanaan selama belum ada keputusan sah dari pemerintah.
Tuntutan itu mereka sampaikan dalam pertemuan dengan Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna bersama Ketua Komisi II Putu Mangku Budiasa dan sejumlah anggota dewan lainnya. Melalui jubirnya,Gede Sudarsana Udayana berharap aksi mereka menyampaikan tuntutan melalui wakil rakyat agar cepat tersampaikan kendati dia tahu akan membutuhkan proses. Dengan pengenaan besaran tarif yang diberlakukan saat ini,Sudarsana Udayana mengatakan,akan berimbas pada kenaikan harga jual barang.
“Kami dukung undang-undang ini (UU No 22/2009),hanya dampak pemberlakukan undang-undang ini ke masyarakat,akan ada kenaikan harga secara otomatis.Tolong diberikan kebijaksanan kalau UU ini diterapkan kami tidak bisa bekerja terutama mobil-mobil bertonase kecil,”ujarnya.
Menurutnya, fokus persolan para sopir angkutan logistik itu hanya soal volume muatan. Bahkan soal muatan terkait over dimensi ataupun over load pihaknya tetap mendukung agar mengacu pada peraturan yang ada. ”Disesuaikan dengan KIR saja. Seandainya volume muatan sebanyak 15 ton ya segitu. Yang terjadi selama ini muatan saya 5 ton terisi 10 ton itu yang diberlakukan karena menjaga keselamatan dan menghindari kerusakan jalan. Hanya kalau aturan itu diterapkan apa yang terjadi tentu berimbas ke masyarakat dengan kenaikan harga,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna mengatakan, selama sekian tahun diberlakukan UU No 22/2009 ada semacama kebijakan dan kelonggaran dilakukan. Namun melalui pengamatan sisi tekhnis keselamatan dijalan, sehingga dilakukan pengetatan penerapan peraturan. ”Saat dilakukan pengetatan ini yang menjadi keluhan para sopr angkutan logistik karena sebelumnya ada penambahan dimensi kendaraan untuk bisa memenhui biaya operasional mereka,” ujar pria yang akrab di sapa Supit ini.
Pengetatan aturan ini menurut Supit, sangat berdampak pada sisi ekonomi karena akan ada kenaikan harga barang dipasar mengikuti kenaikan biaya operasional angkutan. Pada titik ini, kata Supit, para sopir itu memberikan masukan kepada pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU No 22/2009. “Aspirasi ini harus didengar karena mempertimbangkan keselamatan dijalan harus sejalan dengan pertimbangan ekonomi,” imbuhnya.
Atas tuntutan dan aspirasi para sopir angkutan logistik itu, Supit berjanji akan menindak lanjuti termasuk memberikan masukan berdasar pertimbangan atas persoalan itu kepada pemerintah. Hanya saja soal kebijakan penerapan aturan dan toleransi angkutan dengan penambahan dimensi dan over load,Supit mengaku hal itu dilakukan secara bersama dengan kabupaten lain.
“Jika disini (Buleleng) kita berikan kebijakan tapi ditempat lain semisal Kabupaten Jembrana tentu akan menjadi kebijakan mubazir. Karena ini menyangkut sanksi ya semua pihak kembali harus taat pada aturan hukum,” ucapnya.
Sedangkan Kepala Dinas Perhubungan (Ka Dishub) Buleleng Gede Gunawan AP mengatakan, soal adanya kendaraan angkutan dengan penambahan dimensi dan over load, pihaknya akan tetap melakukan penindakan. Pada saat dilakukan uji KIR tetap akan dipasang peringatan pada kendaraan bertuliskan Normalisasi. “Artinya secara tekhnis kendaraan tersebut layak jalan namun secara operasional mereka tidak diperbolehkan karena sangat berbahaya,” kata Gunawan.
Gunawan AP mengaku sependapat dengan Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna untuk menyampaikan aspirasi para sopir untuk melakukan revisi terhadap UU No 22/2009. “UU ini sudah 13 tahun diberlakukan saya rasa kemungkinan dilakukan revisi sangat bisa karena setiap 5 tahun bisa dilakukan revisi.Prinsipnya kami setuju dan siap mengawal aspirasi para sopir tersebut,”ujarnya.
Soal pelanggaran adanya over dimension dan over load (ODOL) ini menurut Gunawan,tetap akan diberikan sanksi. Hanya saja soal sanksi merupakan ranah kepolisan. Pihaknya Dinas Perhubungan hanya terkait soal tekhnis over dimension dan over load.
“Adanya penindakan dengan sanksi ini yang menjadi keberatan para sopir.Ynag perlu dicatat jika terjadi lakalantas dari saksi ahli tentu akan merujuk pada hasil uji KIR nya.Dan itu akan menjadi beban buat kami jika ada yang bermain soal tersebut,”tandas Gunawan. (TIM)
Discussion about this post