Nenek Sulatri hidup sebatang kara dan tidak memiliki rumah untuk tempat tinggal, namun nenek ini tetap bertahap hidup meski dengan penghasilan Rp. 3.000,- setelah ditinggalkan suaminya meninggal dunia dan tinggal pada sebuah gubuk yang tidak layak huni.
Singaraja, Hidup sebatang kara dengan kemampuannya yang mandiri, nenek Sulatri yang tinggal di Dusun Antasari, Desa Pacung Kecamatan Tejakula tidak kenal menyerah, bahkan untuk bertahan hidup, sang nenek setiap hari berjualan kopi keliling meski dalam sehari hanya meraup untung antara tiga ribu hingga lima ribu rupiah.
Nenek yang memiliki nama lengkap Luh Sulatri (70) seorang janda yang ditinggal suaminya lantaran meninggal dunia dan telah dikarunia 8 orang anak, namun akibat kemiskinan nasib serupa juga dialani oleh anak-anaknya. “Ada 8 anak semua sama hidup serba kurang, 2 cucu saya terpaksa dititipkan di panti asuhan,” ungkapnya.
Bertahan hidup dengan pengahasilan yang sangat minim menjadikan sang nenek yang masih lincah ini untuk tidak mengeluh, semua upaya dilakukan dengan sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ada nasi walaupun basi itu sudah sangat bersyukur, inilah ungkapan kalimat yang di ucapkan oleh Sulatri.
Dalam hidup serba kekurangan itu, Sulatri yang telah berusia renta itu menempati tanah milik Desa Adat sehingga dalam bantuan bedah rumah tidak pernah tersentuh oleh pemerintah dan diatas tanah Desa Adat itu, Sulatri membuat gubuk dengan seadanya dan tentu saat istirahat tidak merasakan kenyamanan.
“Saat ini nenek tinggal di gubuk sempit yang tidak layak huni, tidur beralaskan karung yang mana atap gubug nenek berasal dari daun kelapa , tentunya saat musim hujan dan cuaca seperti saat ini dapat dibayangkan kondisi nenek saat tidur, pastilah tidak nyaman,” ujar Ketua Buleleng Social Community (BSC), Made Eka Tirtayana.
Melihat kondisi tersebut Buleleng Social Community yang bergerak dalam kegiatan sosial ini mencoba untuk melakukan fasilitasi termasuk sering melakukan kunjungan, bahkan koordinasi awal yang dilakukan dengan Desa Adat setempat membuahkan hasil, Nenek Sulatri diijinkan untuk menempati tanah adat itu yang tentunya melalui surat persetujuan dan perjanjian pemakaian lahan untuk bedah rumah yan ditandatangi oleh bendesa adat dan kepala desa.
“Terima kasih buat kepala desa Pacung dan bendesa adat serta perangkat desa yang sudah membantu mengupayakan lahan dan menyetujui lahan adat untuk bedah rumah nenek. Kami berkeinginan untuk membuatkan rumah layak huni buat nenek dan nantinya memperdayakan nenek untuk hewan ternak,” ungkap Eka Tirtayana.
Upaya lain yang dilakukan Buleleng Social Community untuk membuatkan rumah layak huni selain mendapatkan donasi dari para donatur juga mengandeng Kodim 1609 Buleleng untuk membangun rumah secara bertahap, bahkan masih ada sejumlah warga miskin yang memerlukan bantuan seperti Nenek Sulatri. (022)
Discussion about this post