Ada sebuah keunikan dalam prosesi manusia yadnya, tiga bulanan di Dusun Galiran, Desa Baktiseraga Kecamatan Buleleng. Satu tradisi mepasaran dilakukan terhadap anak yang telah memasuki usia tiga bulan, tempatnya juga dilakukan khusus.
Singaraja, Tradisi mepasaran di Dusun Galiran Desa Baktiseraga telah dilakukan sejak turun temurun, ada sebuah keyakinan ketika melakukan tradisi yang dilakukan dibawah pohon asam (asem wayah) di Desa Galiran itu sang anak akan menjado orang yang sukses disamping tentunya berharap kerahayuan dan kesehatan.
Tradisi mepasaran seperti yang dilakukan Selasa (12/2/2019) dilakukan tradisi seperti disebuah pasar, dimana dalam tradisi itu ada penjual dan pembeli, penjual tentunya sang anak yang telah memasuki usia tiga bulan, sedangkan pembeli warga disekitar lokasi kegiatan yang dilakukan.
“Mepasaran dibeten asem wayah galiran yang ada ritual layaknya pasar ada tradisi jual beli antara pedagang dan pembeli, dimana penjualnya dari pihak anak tiga bulanan yang melakukan mepasaran dan pembelinya dari pihak orang lain,” ungkap Jro Mangku Nara.
Prosesi yang dilakukan diawali dengan melakukan persembayangan dibawah pohon asam dan kemudian prosesi jual beli dilakukan hingga diakhiri dengan prosesi mengelilingi pohon asam yang berusia ratusan tahun itu sebanyak tiga kali.
“Fungsinya dan tujuannya itu untuk kerahayuan, sehat jasmani dan rohani, di masa depan nanti biar menjadi pedagang sukses atau menjadi pengusaha sukses dan menurut sama orang tua, prosesi dilakukan di desa baktiseraga dusun galiran tepat di pohon asem wayah galiran,” papar Jro Nara yang juga Jro Mangku Dalem Desa Adat Galiran.
Tradisi mepasaran yang dilakukan di Galiran Desa Baktiseraga tidak menjadi sebuah keharusan, namun tradisi itu merupakan keinginan dari keluarga, “Bisa dilakukan atau tidak dilakukan itu tergantung harapan orang tua saja melakukan mepasaran saat tiga bulanan, mepasaran ini seperti orang tuanya nawur sanggi untuk harapan anaknya dimasa depanya nanti dan sebagian besar orang melakukan mepasaran disaat tiga bulanan. Tidak ada penyebab kalau tidak melakukan mepasaran, sehingga tradisi ini semakin hari semakin hilang dan semakin jarang melakukan mepasaran,” ungkap Jro Mangku Nara.
Putu Dedy Yastika, salah satu warga di Galiran yang masih meyakini tradisi mepasaran mengakui tradisi itu dilakukan terhadap anaknya ketiga, Komang Bramiswara Yastika berharap untuk tetap menjaga tradisi adat budaya mepasaran sehingga tidak hilang bersama guliran jaman.
“Kami melakukan ini dengan harapan tradisi adat seni budaya mepasaran di Galiran tetap terjaga selamanya, spesial mepasaran di galiran dengan daerah dilakukan dipohon asem wayah galiran yang diyakini selalu mengabulkan permintaan, Kalau didaerah lain mepasaran memang dipasar tradisional dan derah lainpun tidak ada upacara mepasaran diacara tiga bulanan,” ungkap Dedy Yastika alias Melor.
Tradisi mepasaran yang dilakukan di pohon asam Galiran Desa Baktiseraga yang dilakukan keluarga Dedy Yastika semakin semarak dengan kehadiran personil rarekual yang tampil dengan pakaian khasnya dan tentunya mengundang gelak tawa yang hadir saat prosesi jual beli dilakukan. (011)
Discussion about this post