Hingga saat ini titik lokasi rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara masih simpang siur, antara di laut atau di darat. Ditengah ketidakpastian titik lokasi pembangunan bandara, mencuat informasi yang dibawa sejumlah tokoh masyarakat, bahwa titik pembangunan bandara di Buleleng adalah di darat.
Kubutambahan, Informasi pembangunan bandara bali utara kontan ditepis oleh sejumlah kelompok nelayan yang ada di wilayah Kubutambahan. Melalui pertemuan 26 kelompok nelayan yang ada di Kubutambahan, didampingi pengurus LSM Komunitas Masyarakat Untuk Penegakan Hukum dan Keadilan (Kompak), puluhan nelayan yang hadir, Minggu (15/4/2018) menyatakan menolak pembangunan bandara di wilayah Kubutamabahan darat, dan mendukung pembangunan bandara di wilayah laut Kubutambahan.
Alasan nelayan Kubutambahan menolak rencana pembangunan bandara di darat wilayah Kubutambahan, mengingat warga tidak menginginkan beberapa Pura maupun situs yang ada, digusur akibat pembangunan bandara. Sehingga atas dasar itu, mereka sepakat mendukung pembangunan bandara di laut.
“Banyak Pura yang pingit sekitar 30 pura dan akan banyak ada alih fungsi lahan, kalau bandara dibangun di darat. Kami tidak ingin itu terjadi, kalau pura yang pingit digusur, kita berurusan dengan yang diatas, kalau gak terjadi bencana nanti, itu kan kepercayaan kita. Makanya kami mendukung di laut,” ujar salah seorang erwakilan Nelayan Kubutambahan, Komang Sumandi.
Hingga saat ini, ada sekitar hampir 700 nelayan yang tinggal di pesisir pantai Kubutambahan menyatakan sikap, mendukung pembangunan bandara di laut. Hanya saja jika memang nantinya bandara Buleleng benar-benar dibangun di laut, agar investor selaku pemrakarsa pembangunan bandara, tidak menggusur pemukiman nelayan yang tinggal di pesisir pantai.
“Dulu ada perjanjian perusahaan, kalau bandara di laut agar tidak menggusur pemukiman nelayan di pinggir pantai. Karena kami selama ini, semua tinggal di pesisir pantai. Itu harus dipenuhi. Kemudian kesejahteraan masyarakat, kalau ada lapangan kerja agar warga dilibatkan,” ujar perwakilan nelayan lainnya, Kadek Setiaman.
Sementara itu Wakil Ketua LSM Kompak, Ketut Sumertana menegaskan, pihaknya hanya ingin mendampingi sekaligus juga untuk menyerap keinginan masyarakat khususnya perwakilan nelayan, yang menyatakan dukungannya terhadap rencana pembangunan bandara di laut, bukan di wilayah darat. Namun untuk lokasi tetap di wilayah Kubutambahan.
“Sikap masyarakat terhadap bandara, jelas mereka cenderung bandara dibangun di laut. Karena pertimbangan mereka, masalah alih fungsi lahan jika tetap dipaksakan bandara dibangun di darat,” jelas Sumertana, yang diiyakan puluhan nelayan yang hadir dalam pertemuan itu.
Sumertana tidak memungkiri, alasan warga lebih condong ke laut, memang tanpa kajian. Tapi alasan tersebut, menurut Sumertana sangat logis dan masuk di akal. Sebab, selain persoalan alih fungsi lahan, keberadaan prahyangan di wilayah Kubutambahan akan terganggu, jika bandara dibangun di darat.
“Seluruh warga Buleleng setuju dengan bandara. Hanya fenomena, bandara di laut dan darat, menjadi persoalan. Tapi berdasarkan logika, kita sebagai umat Hindu, jelas fungsi prahyangan akan terganggu jika bandara di darat, banyak akan digusur. Mudah-mudahan aspirasi warga khususnya nelayan, bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk memutuskan,” pungkas Sumertana.
Sebelumnya, rencana pembangunan Bandara di Buleleng, ditetapakan di Kubutambahan. Ada 2 pemrakarsa pembangunan bandara yakni, PT. BIBU yang akan membangun di laut dan PT. Pembari yang akan membangun di darat dengan pembebasan lahan. Rencana ini masih menunggu keputusan resmi dari Kemenhub RI terkait izin Penlok. Adanya bandara itu diyakini, mampu menjawab ketimpangan pembangunan di Bali yang selama ini terjadi. (011)
Discussion about this post