Reforma agraria dalam penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah menjadi perhatian Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Masyarakat untuk Penegakan hukum dan Keadilan (LSM KoMPaK) dengan mengelar Dialog Akhir Tahun.
Singaraja, Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Masyarakat untuk Penegakan hukum dan Keadilan (LSM KoMPaK) bersama Fakultas Hukum Universitas Panji Sakti (FH-UNIPAS), RRI Singaraja, dan DEWATA POS, Jumat 17 Desember 2021 menyelenggarakan kegiatan dialog akhir tahun, mengusug tema “Penghormatan Hak Asasi Manusia Bagi Petani Indonesia Sebagai Wujud Reforma Agraria Dalam Penguasaan Dan Kepemilikan Hak Atas Tanah Berlandaskan Pancasila Dan UUD 1945”.
Dialog yang disiarkan secara langsung dari Wantilan Laksana Budaya RRI Singaraja dibuka Dekan Fakultas Hukum Unipas Singaraja, DR. I Nyoman Gede Remaja, SH., MH., serta menghadirkan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Bali, I Dewa Tagel Wirasa, SE., Ak., M.Si., Dosen Fakultas Hukum Unipas Singaraja, DR. I Gede Surata, SH., M.Kn., Kepala Seksi Penataan dan Pemberdayaan BPN Kabupaten Buleleng, Ida Kade Genjing, SH serta narasumber secara virtual Anggota Komisi III DPR-RI, I Wayan Sudirta, SH., bersama Ketua BCW Putu Wirata Dwikora.
Ketua LSM KoMPaK, I Nyoman Angga Saputra Tusan, SH mengatakan, terjadi ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta sulitnya akses masyarakat terhadap tanah yang menjadi permasalahan besar dihadapi bangsa Indonesia.
“Salah satu contoh yang terjadi belum lama ini adalah Pemerintah Provinsi Bali memberikan hak atas tanah kepada para petani penggarap di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Pemberian hak atas tanah kepada para petani seluas ± 359,87 hektar tersebut tidak didapatkan dengan cara mudah dimana sebelumnya para petani di Desa Sumberklampok terlibat konflik selama puluhan tahun dimana lahan yang selama ini ditempati dan digarap oleh para petani, diklaim penguasaannya oleh Pemprov Bali melalui Eks HGU PT. Dharmajati dan Eks HGU PT. Margarana,”papar Angga.
Ketua KoMPaK Angga Tusan mengatakan, para petani penggarap yang merupakan eks transmigran Timtim yang terpaksa pulang karena jajak pendapat di eks provinsi Timtim pada tahun 1999 saat ini juga sedang memperjuangkan hak milik atas tanah garapannya yang telah dikuasai sejak sekitar tahun 1999.
“Para petani tidak mendapatkan hak atas tanah sepenuhnya sesuai dengan garapan masing-masing karena terdapat pembagian hak atas tanah sebesar 30 persen atau mencapai 154,23 hektar untuk Pemerintah Provinsi Bali dan sebesar 70 persen atau 359,87 hektar untuk para petani,” tegas Angga Tusan.
Hal senada diungkapkan Ketua Panitia Dialog Akhir Tahun LSM Kompak, Made Witama Mahardipa, SH., dimana dalam reforma agraria khususnya di bagian Buleleng Barat tersebut belum menyentuh secara menyeluruh kelompok masyarakat di Desa Sumberklampok, utamanya terhadap para petani pengungi Eks Timtim yang telah menjadi korban kebijakan pemerintah yang perlu dilindungi hak-haknya agar memperoleh kepastian hukum terhadap tanah garapan yang telah digarap lebih dari 20 tahun.
“Kami berharap Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Buleleng khususnya, agar segera menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh saudara-saudara kami Pengungsi Eks Timtim yang telah berlarut-larut dari tahun 2000 hingga saat ini,” tegasnya.
Pada bagian lain, LSM KoMPaK bersama Unipas Singaraja juga mendorong Anggota Komisi III DPR-RI I Wayan Sudirta agar dapat mengawal dan memfasilitasi permasalahan yang terjadi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau pihak-pihak terkait.
Sementara, pada bagian akhir pelaksanaan Dialog Interaktif yang dipandu Ni Made Ayu Sundari Sasih,SE tersebut, Wayan Sudirta yang kerap memihak kepentingan petani memberikan rekomendasi agar KoMPaK bersama Unipas Singaraja, DEWATA POS dan RRI Singaraja untuk membuat catatan dan kajian dari hasil dialog yang digelar tersebut untuk mendorong pihak-pihak terkait menuntaskan Program Reforma Agraria secara baik dan benar. (TIM)
Discussion about this post