Calon Gubernur Bali nomor urut 1, Wayan Koster menyempatkan diri blusukan ke pasar-pasar tradisional di Kota Denpasar. Ada dua pasar yang dikunjugi Koster yakni Pasar Umanyar (Pasar Batu Kandik) dan Pasar Pohgading. Ia berkeliling dan menyempatkan diri berbincang dengan penjual dan pedagang pasar. Tak lupa, Koster juga memborong sejumlah barang dagangan yang dijajakan penjual pasar.
Denpasar, Pada kesempatan itu, calon gubernur yang diusung PDI Perjuangan, Hanura, PPP, PKB dan PKPI, Minggu (4/3/2018) menyebut pasar tradisional di Bali tak hanya memiliki sisi ekonomis belaka, namun juga punya nilai sosial-kemasyarakatan. “Di pasar orang berkumpul, berinteraksi, berjualan dan dia hidup dalam suasana kemasyarakatan dengan tradisi yang sangat kuat yakni, menyama braya,” kata Koster di Pasar Pohgading.
Oleh karena peran penting pasar tradisional, Koster yang berpasangan dengan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) 27 Juni mendatang itu ingin agar pasar tradisional ditata dengan baik. Selain itu, pasar tradisional juga mesti difasilitasi akses permodalan untuk membangun sejumlah sarana fasilitas pendukungnya.
“Supaya pasarnya layak dijadikan tempat berjualan. Jadi untuk kebutuhan masyarakat agar nyaman berbelanja, bersih, tidak bau, rapi, tertib maka harus ada penataan pasar tradisional di seluruh Bali, terkhusus di Kota Denpasar,” ujarnya.
Selain penataan, Koster menilai pasar tradisional kini dihadapi persoalan serius yakni, persaingan dengan pasar modern. “Pasar tradisional saya kira menghadapi persoalan munculnya pasar-pasar yang dibangun oleh ekonomi yang tidak merakyat. Menurut saya itu adalah praktik ekonomi kapitalis,” tegasnya.
Menurut Koster, pasar modern bisa saja mengikis kbiasaan dan interaksi sosial dalam konteks menyama braya yang telah lama hidup di Bali, selain mengganggu roda ekonomi masyarakat desa. Sebab, pasar-pasar tradisional di Bali, khusus lnya di Kota Denpasar, banyak yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat melalui lembaga desa adat.
Untuk itu, penguatan desa adat tentu juga menjadi program prioritas Koster setelah twrpilih menjadi Gubernur Bali pada Pilkada serentak 27 Juni depan. Hal itu dilakukan untuk menguatkan perekonomian masyarakat sekaligus melestarikan adat istiadat dan trafisi yang tumbuh dan berkembang di pasar tradisional yang sekian lama bertahan di Bali.
“Ke depan, kita akan perkuat ekonomi masyarakat, lembaga-lembaga adat seperti pasar tradisional, lembaga perekonomian desa, kelompok usaha dan badan usaha milik desa adat, yang nantinya permodalannya itu akan kami buatkan skema tersendiri supaya tidak memberatkan masyarakat. Ini yang akan bisa mengimbangi berkembangnya perizinan pasar modern. Kita harus perkuat lembaga-lembaga adat,” demikian Koster.
Selain itu menurut Koster ada beberapa hal menarik yang menurutnya patut mendapat prioritas. “Dari dua pasar yang saya kunjungi, saya menemukan satu hal yang sangat luar biasa, di mana pedagang secara swadaya membangun pasarnya dengan biaya per orang mencapai Rp. 20 juta,” terang Koster.
Koster menilai hal itu sebagai kekuatan luar biasa masyarakat untuk menghidupkan pasar tradisional. Sebab, pasar tradisional di mata Koster tak hanya memiliki nilai positif secara ekonomis, tetapi juga memiliki fungsi sosial-kemasyarakatan, di mana pasar tradisional menjadi ruang bagi masyarakat berinteraksi satu sama lain dalam konteks tradisi menyama braya. “Ini semangat yang luar biasa,” tegasnya.
Hanya saja, jika anggaran untuk revitalisasi pasar tradisional berkisar Rp2-5 miliar, Koster menilai tak perlu masyarakat merogoh kocek pribadi. Pemerintah daerah menurutnya bisa berperan aktif menyiapkan anggarannya. “Bahkan, kita bisa memfasilitasi dengan lembaga keuangan yang ada dengan fasilitas kredit yang sangat murah. Ke depan akan saya buatkan program seperti itu,” paparnya.
Di sisi lain, Koster menyebut ada program dari dua kementerian yakni Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UKM yang bisa dimanfaatkan untuk merevitalisasi pasar tradisional. “Dana kementerian itu disalurkan untuk kepentingan revitalisasi pasar tradisional dengan anggaran Rp1 miliar,” ujarnya.
Koster ingin seluruh pasar tradisional di Bali dan Kota Denpasar khususnya mendapat perhatian serius dalam hal pembenahan. Tujuannya agar masyarakat yang belanja bisa nyaman.
“Kalau saya jadi gubernur, pasar tradisional di Bali dan Kota Denpasar yang belum tersentuh dan harus diperbaiki. Ke depan, saya akan fasilitasi untuk revitalisasi pasar ini sesuai kebutuhan anggarannya. Itu sangat mungkin diambil dari APBD atau skema anggaran lainnya, sehingga tidak harus mengorbankan masyarakat,” tutup Koster.
Di sisi lain, Kepala Pasar Pohgading, Made Supadma yang mendampingi Koster blusukan menuturkan ada sebanyak 200 pedagang yang tercatat di pasar yang dikelola oleh Desa Pakraman Pohgading itu. Di luar itu, ada pula pedagang tak tetap yang berjualan hanya pagi hari.
“Pasar ini pernah direvitalisasi oleh kementerian, tapi dananya masih kurang. Pasar kami sudah ada zona-zona untuk pedagang. Tapi untuk stan-stan masih berbeda-beda. Kami masih ingin menata kembali pasar ini agar kerapihannya semakin terjaga. Ada juga lahan parkir yang baru, tapi belum ada paving,” ujarnya. (086)
Discussion about this post