Sungguh miris nasib bocah perempuan berusia 4 tahun bernama, Ni Kadek Wahyu Putri Anjani, warga Dusun Kaja Kangin, Desa Kubutambahan, Buleleng. Sebab, bocah yang merupakan anak dari pasangan Gede Sumerdana (36) dan Kadek Wari (35), divonis menderita hidrocepalus, ditengah hidupnya yang selama ini serba kekurangan. Orang tua Anjani, hanya bisa pasrah melihat kondisi anak semata wayangnya itu.
Singaraja, Selama menjalani hari-harinya ini, Anjani hanya bisa tergeletak lemas dalam pangkuan ibunya, Kadek Wari. Kadek Wari pun tidak pernah lelah untuk terus menggendong tubuh anaknya yang kurus dan kepalanya terus membesar. Anjani divonis tim dokter RSUP Sanglah mengidap penyakit hidrocepalus sejak berusia dua bulan.
“Padahal saat lahir kondisi anak saya itu normal di RS Wangaya, Denpasar. Itu dalam usia kandungan delapan bulan. Ya, karena saat itu air ketuban sudah pecah, makanya lahirnya lebih cepat dari waktunya” kata Wari, Minggu (18/2/2018) ditemui dikediamannya.
Awalnya, Anjani yang lahir pada 30 September 2013 lalu pasca dilahirkan sempat mengalami demam. Saat diperiksakan, demam yang dialami Anjani karena kadar trombosit dalam tubuhnya menurun. “Setelah dirawat selama 20 hari, kondisinya tidak kunjung membaik dan malah tidak ada perkembangan,” jelas Wari.
Lantaran tidak kunjung sembuh, Wari bersama suaminya Sumerdana, memilih untuk membawa pulang dan merawat Anjani di rumah kost-nya di Denpasar, karena kebetulan suaminya bekerja di salah satu perusahaan swasta di Denpasar. Satu setengah bulan kemudian, kondisi Anjani malah tak kunjung membaik.
Hingga akhirnya, mereka memilih untuk kembali memeriksakan kondisi Anjani kepada dokter spesialis, sebelum akhirnya anaknya itu dirujuk di RSUP Sanglah. Hal hasil oleh tim medis, Anjani divonis mengidap penyakit hidrosefalus.
“Sejak saat itu, kepala anak saya mulai membesar, tubuh dan kakinya justru mengecil sampau keluhatan kulit dan tulang. Sudah dua kali operasi di rumah sakit Sanglah, pertama saat umur tujuh bulan, dan kedua pada akhir tahun 2017 lalu. Biaya, pakai BPJS Mandiri kelas dua, iuran per bulan Rp. 51 ribu,” ujar Wari.
Ditengah orang tua Anjani memerlukan biaya pengobatan untuk anaknya, petaka justru menghampiri suaminya. Pasalnya, perusahaan tempatnya bekerja pailit dan harus gulung tikar, dan Sumerdana harus berhenti bekerja. Lantaran tidak ada kerja, pasutri inipun harus pulang kampung ke rumahnya.
“Saat kami perlu biaya banyak, tiba-tiba tempat suami saya kerja harus tutup. Ya, suami saya jadinya berhenti kerja, karena tidak kerja disana dan biaya hidup besar di Denpasar, terus kami pulang. Kami terpaksa merawat anak saya ini di rumah,” tutur Wari.
Kini, pasutri yang hidup dibawah garis kemiskinan ini tinggal di sebuah rumah yang sederhana. Untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup selama ini, mereka hanya mengandalkan penghasilan dari Sumerdana yang bekerja sebagai tukang service elektronik.
Maklum, kondisi anaknya yang tidak mungkin ditinggal membuat pasutri tidak bisa beraktivitas kerja maupun melakukan pekerjaan di luar rumah. Mengingat, selain anaknya mengalami hidrosefalus, juga tidak bisa berbicara akibat gigi kropos. Selama ini, Anjani hanya bisa tersenyum ketika digendong ibunya.
“Ya, terpaksa kerja jadi tukang service elektronik, agar kami bisa makan saja dan penuhi kebutuhan anak saya. Kami saja harus membeli susu formula untuk Anjani, harganya Rp. 110 ribu. Kalau saat gak ada uang terpaksa tidak belikan susu dulu,” sambung Sumerdana, saat mendampingi istri dan anaknya yang kini bobot berat badannya hanya berkisar 10 kilogram di usianya 4 tahun.
Menurut Sumerdana, penghasilan per hari tak menentu, jika pelanggan ramai bisa mencapai Rp.30 ribu sampai Rp.50 ribu, tergantung keihklasan pelanggan yang kebanyakan warga di desanya. Dengan penghasilan itu, Sumerdana kerap berhutang ke saudaranya untuk mencukupi kebutuhan Anjani. Sebulan sekali, dia harus membeli kebutuhan Anjani, seperti susu, tisu, popok, dan lainnya.
“Ya kami harus bisa cukup-cukupi saja, apa yang ada itu kami makan. Belum lagi, kami harus membayar iuran per bulan BPJS Mandiri kelas dua sebesar Rp163 ribu. Ya, jaminan itu perlu untuk pengobatan anak saya utamanya,” terang Sumerdana.
Untuk meringankan beban hidupnya ini, Sumardana berharap, pemerintah bisa memfasilitasinya agar mendapatkan pelayanan kesehatan gratis berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS). “Ya, mohon kiranya pemerintah bisa membantu kami mendapat pelayanan kesehatan gratis, karena iuran BPJS Mandiri berat bagi kami. Apalagi, saat susu Anjani habis, dan berbarengan bayar iuran. Disana kami bingung, dan harus berhutang,” harap Sumerdana. (033)
Discussion about this post