Kasus dugaan penyelewengan dana Gerbang Sadu Mandara dari Pemprov Bali di Desa Banyuseri, Kecamatan Banjar, Buleleng, yang ditangani Unit III Tipikor Satreskrim Polres Buleleng, hingga saat ini masih belum ada kejelasan.
Singaraja, Sudah hampir 4 tahun lamanya kasus ini mengambang tanpa ada titik terang. Untuk itu, Aliansi Pemuda Peduli Banyuseri (AP2B), mulai mempertanyakan tindaklanjut kasus ini. Justru, AP2B malah dibuat heran dengan turunnya 2 Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari Polres Buleleng dalam rentan waktu 2 minggu, pada bulan September 2016 lalu. Dimana SP2HP pertama tertanggal 5 September 2016 dengan No. SP2HP/70.a/IX/2016/Reksrim. Dan tertanggal 19 September 2016 dengan No. SP2HP/70.b/IX/2016/Reskrim.
“Ada 2 SP2HP dengan jangka waktu 2 minggu, yang tanggal 5 September itu sudah 29 saksi dimintai keterangan termasuk Nyoman Merta selaku Ketua Panitia dan sudah gelar perkara 3 kali di BPKB Bali, kemudian tanggal 19 September menindaklanjuti. Sebelumnya Juli 2014 juga keluar SP2HP. Katanya masih penyelidikan dan belum cukup bukti, bukti mana yang kurang ?,” ujar Ketua AP2B Banyuseri, Putu Budiarta, Minggu (7/1/2018).
Kasus dugaan penyelewengan dana Gerbang Sadu Mandara ini, bermula dari kucuran dana Bantuan Gerbang Sadu Mandara tahun 2012, yang dicairkan tahun 2013 lalu sebesar Rp1 Miliar, yang dialokasikan kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebesar Rp800 juta, dan untuk pembangunan fisik sebesar Rp. 200 Juta.
Dugaan korupsi yang dilakukan Panitia Pembangunan berangkat dari temuan BPD Desa Banyuseri. Dimana ada dugaan penyelewengan dana sebesar Rp. 33.490.000 yang muncul dari bangunan fisik. Bukan hanya itu, AP2B menemukan dugaan pemalsuan tanda tangan terhadap tenaga kerja buruh. Dimana tenaga kerja sebenarnya tidak bekerja, namun dimasukan bekerja dengan upah yang sesuai, yang berkisar Rp. 30 juta.
Bahkan, pihak panitia pembangunan fisik, telah mengembalikan uang upah tenaga pembangunan fisik yang sempat dipalsukan tanda tangannya sebesar Rp. 14.700.000 ke kas desa, tertanggal 18 Agustus 2016 yang diterima Perbekel Desa Banyuseri baru dilantik 2015 lalu, Nyoman Sukadana dan disaksikan Bendahara Desa yakni, Ni Putu Yasmini dan Ni Ketut Puspa.
“Itu pengembalian uang sudah tertera di SP2HP tertanggal 5 September. Artinya, panitia mengakui perbuatannya. Apa mungkin, kasus sedang jalan, kemudian ada pengembalian uang ? Sekarang pertanyaan saya, Perbekel kenapa berani menerima, sedangkan itu masih kasus dugaan pidana,” sentil Budiarta.
Bahkan pengembalian dana itu, disebut Budiarta, justru tidak masuk dalam pelaporan keuangan desa di Agustus 2016. “Pengembalian itu apa berupa uang, atau hanya kwitansi saja. Karena di pelaporan keuangan tidak ada pengembalian itu per Agustus, harusnya ada. Itupun kalau uang dialihkan untuk kegiatan lain, pasti ada untuk apa. Tapi tidak ada,” ungkap Budiarta.
Untuk itu Budiarta mempertanyakan, bukti mana yang kurang selama ini. Sebab sepengetahuan dia, bukti semua sudah diserahkan ke pihak Kepolisian. Bahkan bukti pemalsuan tanda tangan beberapa warga yang dicantumkan sebagai tenaga buruh. Bukan itu saja, oleh panitia pembangunan yang diketuai Nyoman Merta selaku Ketua LPM saat itu, dana swadaya dari masyarakat juga tidak dicantumkan dalam laporan pertanggungjawaban kerja.
“PU sudah sempat turun dan dari pihak Tipikor juga sudah turun cek, hasilnya memang tidak sesuai. Misalnya panjang jalan 1000 meter dan lebar 1 meter, tapi fakta dilapangan lebarnya hanya 80 sentimeter. Ada juga jembatan. Dana Gerbang Sadu itu Rp200 juta ditambah ada dana swadaya, justru dana swadaya tidak ada di pelaporan pembangunan fisik. Semua bukti sudah kami serahkan ke polisi,” jelas Budiarta.
Lantaran kasus dugaan korupsi ini belum ada kejelasan, AP2B Banyuseri mendesak agar Unit III Tipikor Polres Buleleng segera memberikan kejelasan terkait tindaklanjut kasus ini. Bahkan ia berencana, dalam waktu dekat akan menanyakan kasus ini. Sebab beberapa waktu lalu, kasus ini juga sudah sempat dimediasi oleh anggota DPD RI, Arya Wedakarna di Mapolres Buleleng, untuk tindaklanjutnya.
“Jika mengacu pada SP2HP, itu tahun 2016. Sekarang tahun 2017 sudah lewat, artinya setahun tidak ada kejelasan lagi. Kami hanya ingin kejelasan, biar kami tidak dibuat menunggu atas kasus ini, karena warga kini mulai bertanya. Jika memang ada unsur pidana, secepatnya diselesaikan, kami akan siapkan bukti yang kurang,” tandas Budiarta. (AS)
Discussion about this post