Mencegah kepunahan habitat jalak bali atau yang lebih dikenal dengan curik bali, Pengelola Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB) melepas liarkan 54 ekor burung khas bali barat tersebut setelah dilakukan sejumlah program konservasi.
Singaraja, Pelepasliaran 54 satwa yang dilindungi jenis Jalak Bali tersebut berlangsung di Resort Celuk Terima yang berada di Kawasan Labuab Lalang Desa Sumberkelampok Kecamatan Gerokgak, Selasa (25/5/2021) sekitar pukul 10.00 wita.
Kepala Balai TNBB Agus Ngurah Krisna Kepakisan mengatakan, program yang dilakukan dengan pelepasliaran curik bali sebagai strategi kedepan untuk menjaga kepunahan dan langkah yang dilakukan akan tetap berkoordinasi dengan desa-desa penyangga.
”Kerja sama dengan masyarakat sangat kami butuhkan setelah dilepasliaran curik bali kehabitatnya. Nanti akan dibina untuk memperbaiki kwalitas hidup dialamnya dengan nama pengendalian ekosistem,”ujar Krisna Kepakisan.
Kepala TNBB Ngurah Krisna Kepakisan mengatakan, setelah dilakukan program pelepasliaran terhadap curik bali, selanjutnya secara bersama-sama akan melakukan berbagai program secara bertahap dengan melibatkan seluruh komponen di sekitar wilayah konservasi.
”Kami bina mulai dari kelompok masyarakat, baik yang bertugas konservasi, wisata, tani dalam rangka pemberdayaan, tetap kita lakukan strategi pendampingan serta peningkatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan sehingga satwa tersebut dapat dijaga dan berdampingan dikehidupan ditengan masyarakat bahkan Polhut selalu memantau keberadaanya dan memberi pakan serta menghindari gangguan liar,”ujar Ngurah Krisna Kepakisan.
Kepala Sub Direktorat Sumber Daya Genetik, Direktorat Keanekaragaman Hayati, Dirjen KSDAE, Dr. Ir. Haryono M.Si, berharap TNBB secara konsisten untuk melakukan program pelepasliaran curik bali tersebut, sehingga mampu meningkatkan kwantitas dan menyelamatkan kehidupan satwa yang dilindungi di Bali Barat.
”Kita minta supaya balai TNBB dapat mempertahankan keberhasilanya ini, namun keberhasilan ini tidak terlepas dari kreativitas dan inovatif kerjasama balai dengan para pihak baik pemerintah, penegak hukum dan tokoh masyarakat. Dan ini sangat penting dipertahankan dan akan menjadi contoh bagi daerah lain dalam menjaga satwa,” tegas Haryono.
Pada sisi lain Kepala Sub Direktorat Sumber Daya Genetik Haryono juga menegaskan dukungan secara penuh yang akan dilakukan terhadap program yang dilakukan TNBB bersama masyarakat dan pihak terkait di Bali Barat, “Kami tetap mendukung kebijakan maupun anggaran yang dibutuhkan oleh UPT dalam konservasi dan kami hadir disini mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang ikut berkompeten menjaga Balai TNBB,”ujarnya.
Sementara, pada kegiatan pelepasliaran curik bali tersebut juga diwarnai dengan pemberian piagam penghargaan dari Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI kepada 4 (empat) kelompok masyarakat sebagai apresiasi atas dukungan dalam pengelolaan TNBB.
Jalak Bali adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang lebih kurang 25cm, dari suku Sturnidae. Ia turut dikenali sebagai Curik Ketimbang Jalak. Jalak Bali hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali dan merupakan hewan endemik Indonesia Nama ilmiah: Leucopsar rothschildi Spesies: L. Rothschildi Kelas: Aves Genus: Leucopsar; Stresemann, 1912 Ordo: Passeriformes Filum: Chordata
Untuk diketahui, satwa burung jalak atau curik bali merupakan satwa endemik yang sebaran awal populasinya berasal dari pesisir Utara dan Selatan Bali Bagian Barat dan kini di perkiraan populasi mencapai 341- 900 ekor. Penyebarannya dimulai dari barat Kelurahan Seririt, Kabupaten Buleleng sampai dengan desa Melaya Kabupaten Jembrana seluas 300 km2.
Tahun 1900-an curik bali hanya dijumpai di kawasan TNBB saja dengan jumlah populasi yang sangat minim. Di tahun 2001 hanya tersisa 6 (enam) ekor. Hal ini menjadi pertimbangan International Union for Conservation of Nature (IUCN) sejak tahun 1966, mengklasifikasikan curik bali sebagai satwa yang hampir punah (critical endanger). Pemerintah Indonesia selanjutnya pada tahun 1970 memasukkan burung curik bali sebagai satwa dilindungi.
Namun atas upaya konservasi intensif Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berdasarkan hasil monitoring pada bulan Desember 2020, burung curik bali di habitat alami kawasan TNBB berjumlah lebih dari 341 ekor. Jumlah ini meningkat secara signifikan setiap tahunnya dari base line data tahun 2015 sejumlah 57 ekor. Berturut – turut dari tahun 2016 berjumlah 81 ekor; tahun 2017 berjumlah 109 ekor; tahun 2018 berjumlah 184 ekor dan; tahun 2019 berjumlah 256 ekor.
Sejalan dengan hal tersebut, burung curik bali kini tidak hanya dijumpai di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat. Burung ini dalam 2 (dua) tahun terakhir, mulai terlihat memperluas daerah jelajah habitat hingga di daerah penyangga kawasan TNBB.
Berdasarkan hasil pengamatan petugas dan laporan masyarakat, hingga saat ini masih dijumpai kelompok-kelompok burung curik bali yang menetap atau hanya mencari makan dan bermain di kebun, pekarangan rumah dan pada areal hutan produksi yang terdapat usaha agroforestry Perhutanan Sosial oleh masyarakat.
Tercatat keberadaan burung langks itu di Dusun Klatakan Desa Melaya dijumpai 20 (dua puluh) ekor burung curik bali, di Desa Sumberklampok 5 (lima) ekor, Hutan Produksi dijumpai 88 (delapan puluh delapan) ekor, di Desa Pejarakan dijumpai 4 (ekor) dan 10 (sepuluh) ekor di Desa Gilimanuk. Bahkan pernah ada laporan masyarakat terkait keberadaan burung curik bali hingga di Desa Pemuteran yang berjarak 8 km dari kawasan TNBB. (TIM/RED)
Discussion about this post