Singaraja, Penentuan lokasi (Penlok) pembangunan Bandar Udara (Bandara) Bali Utara tinggal menunggu hasil study kelayakan yang akan dilakukan pada awal tahun 2019 dan dipastikan Penlok akan keluar pada bulan ketiga atau keempat 2019.
Kepastian itu diungkapkan Menteri Perhubungan (Menhub) RI, Budi Karya Sumadi, Minggu (30/12/2018) saat meninjau rencana lokasi pembangunan Bandara Bali Utara didampingi Gubernur Bali, Wayan Koster, Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, Wakil Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, dan sejumlah pejabat lingkup Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng, serta tokoh masyarakat Kubutambahan.
Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan, setelah peninjauan lokasi dilakukan akan dilanjutkan dengan tahapan study kelayakan. Dalam study kelayakan tersebut Kemenhub RI akan meminta masukan dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten, sebelum ditentukan lokasinya. Bahkan Budi Karya menargetkan Izin Penetapan Lokasi (Penlok) akan keluar 3 bulan sampai 4 bulan kedepan. “Bandara ini harus saling mengisi dengan Ngurah Rai. Untuk Penlok 3 atau 4 bulan sudah keluar. Jadi, tahun 2019 sudah ada penetapan lokasi,” ungkap Budi Karya.
Pembangunan Bandara Bali Utara akan memanfaatkan lahan 600 hektare. Saat ini diperkirakan sudah ada sekitar 450 hektare lahan yang siap dibebaskan untuk proyek bandara bali utara. Dimana, lahan seluas 370 hektare milik Desa Pakraman Kubutambahan, 50 hektare milik Desa Pakraman Yeh Sanih, dan 30 hektare milik warga. “Kalau melihat lahan sekitar 300 sampai 400 hektare, itu berportensi bisa sama besar dengan bandara Ngurah Rai bahkan bisa lebih besar,” ujar Budi Karya.
Di lahan seluas 370 hektar itu disebut-sebut bakal menjadi titik lokasi pembangunan bandara Buleleng, melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Dan sisanya yang seluas 50 hektare akan memanfaatkan lahan Desa Adat Sanih.
“Tanah ini yang paling ideal. Kalau dari tekhnis, dari Kementrian Perhubungan melihat bagaimana pengadaan lahan. Ini tanah adat milik desa, jadi itu adalah kewenanagan Guberbur bersama Bupati untuk membicarakan bersama pihak desa,” kata Budi Karya.
Menurut Budi Karya, pembangunan bandara tidak akan ada hambatan, terutama masalah sosial. Mengingat, di lahan tersebut masih minim ada jumlah penduduk yang tinggal. Hanya saja, dengan kondisi lahan yang mengunung-gunung, itu akan menjadi pekerjaan tekhnik. “Intinya dalam tinjauan fisik, tidak ada jumlah penduduk tinggal disini, jadi tidak relokasi. Ini memudahkan masalah sosial,” jelas Budi Karya.
Sementara, Klian Desa Adat Pakraman Kubutambahan, Jro Ketut Warkadea, mengaku mendukung penuh rencana pembangunan bandara Buleleng di Kubutambahan. Bahkan Warkadea, sudah mengantongi peta lahan yang terdampak dari lahan seluas 370,89 hektar yang merupakan milik Desa Pakraman Kubutambahan. “Lahan itu dihuni oleh 50-an KK, petani penggarap jumlahnya sampai ratusan. Tapi semua penyakap sudah ikhlas,” ucap Warkadea.
Hanya saja, ratusan hektar lahan yang akan dijadikan lokasi pembangunan Bandara Bali Utara masih dikontrakkan kepada PT. Pinang Propertindo dengan status HGB sejak 1991 silam sampai dengan tahun 2026. Disisi lain Warkadea juga meminta, dalam pembangunan bandara nanti, tidak ada proses gusur menggusur pura maupun situs sejarah yang ada.
“Nanti kami bersama prajuru adat akan memantau, dimana saja titik koordinat untuk lokasi pembangunan bandara di wilayah Kubutambahan. Sehingga, tidak ada gusur menggusur, jadi penggusuran pura yang disungsung oleh krama bisa dihindari,” pungkas Warkadea.
Dari perencanaan pembangunan Bandara Bali Utara diusulkan tiga lokasi pembangunan, diantaranya di Gerokgak, Celukan Bawang dan Kubutambahan, namun dari kehadiran Menhub Budi Karya itu dipastikan Kubutambahan akan menjadi pilihan dalam penentuan lokasi. (022)
Discussion about this post