Hari kasih sayang atau Valentine menjadi sebuah perayaan yang wajib dilakukan bagi kalangan tertentu. Namun kondisi itu sunguh sangat berbanding terbalik dengan tingginya angka perceraian yang terjadi di Buleleng.
Singaraja, 14 Februari, masyarakat mengenal sebagai hari kasih sayang atau yang sering disebut hari valentine (valentine day). Pada perayaanya, masyarakat khususnya kaum milenial berlomba-lomba memberikan hadiah spesial untuk pasangan maupun orang yang mereka kasihi sebagai bentuk ungkapan rasa kasih sayang. Tingginya euforia masyarakat dalam merayakan hari valentine, ternyata berbanding terbalik dengan tingginya angka kasus perceraian khususnya yang terjadi di Kabupaten Buleleng.
Di Kabupaten Buleleng, sepanjang tahun 2017, kasus perceraian menunjukan peningkatan angka yang cukup signifikan. Tercatat 500 lebih kasus di akhir tahun 2017 dan angka perceraian tersebut terus meningkat hingga akhir bulan Februari 2018 dan tentunya bila dibandingkan dengan euforia masyarakat dalam perayaan Valentine sangatlah bertentangan, bahkan gugatan atas kasus perceraian di Buleleng, yang diajukan oleh pihak laki-laki maupun pihak perempuan kini jumlahnya telah berimbang. Hal tersebut diungkapkan oleh praktisi hukum yang juga seorang Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, AA. Ayu Merta Dewi, SH.MH, pada Selasa (13/2/2018).
“Kemungkinan naik itu yang perempuan. Ini kemungkinan ada pergeseran nilai sakralnya sebuah rumah tangga”, ujar Agung Dewi, wanita kelahiran Singaraja, ketika ditemui di PN Singaraja.
Menurut Agung Dewi, dengan banyaknya kasus perceraian ini, menandakan bahwa sebuah perceraian merupakan hal lang lazim dan sebagai kewajaran saat ini. “Seolah ini hal yang lumrah, dengan menyandang status janda atau duda. Kalau jaman dulu di era 90-an, orang justru malu dengan status itu. Bahkan sekarang sampai janda atau duda sampai 2 kali,” ungkap ibu dua anak yang juga istri dari Nyoman Sunarta yang dikenal sebagai seorang pengacara di Buleleng.
Disebutkan pula oleh wanita lulusan S1 Hukum Universitas Udayana ini, bahwa selain persoalan ekonomi, pudarnya rasa kasih sayang ditengah perjalanan berumah tangga, hingga kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan adanya gangguan pihak ketiga juga menjadi faktor yang mendasari sebuah peceraian. “Persoalan ekonomi selalu menjadi alasan dalam setiap gugatan perceraian yang masuk di Pengadilan,” ujarnya.
Dari berbagai faktor tersebut tentunya sangat berseberangan bila dihubungkan kembali dengan makna kasih sayang yang sebenarnya. Dimana dihari perlambang kasih sayang yang dirayakan tanggal 14 Februari di setiap tahunnya, banyak remaja termasuk orang dewasa cenderung larut dalam euforia yang ada. Kebanyakan pasangan muda sibuk memikirkan hadiah, atau hal apa yang harus mereka siapkan untuk pasanganya di hari valentin. Bahkan terkadang tak sedikit dana yang mereka kucurkan untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Pada hakikatnya mengungkapkan rasa kasih sayang harusnya tidak hanya dapat dilakukan di hari valentine saja, namun rasa kasih sayang sebenarnya dapat diungkapkan setiap saat, di setiap tempat, dan dengan beragam cara dengan tanpat. Tidak dapat dipungkiri, manisnya janji maupun ungkapan perasaan kasih sayang di hari valentine justru pudar setelah memasuki jenjang pernikahan.
Dalam berbagai kasus, keributan kecil di sebuah rumah tangga justru menjadi sumbu api menuju ke jenjang perceraian. Hal tersebut justru lumrah saat ini terutama bagi orang-orang menikah di usia produktif. “Sekarang pendidikan wanita tinggi, mereka tahu haknya jika merasa mendapat perlakuan tidak senang dari suaminya. Selain itu, ada pihak ketiga dan tidak ada komunikasi yang bagus” ucap Agung Dewi.
Selain persoalan tersebut, banyak juga ada ditemukan perceraian yang hanya justru diselesaikan di tingkat Desa Adat, tanpa melalui peradilan. Itupun banyak terjadi terutama di wilayah pedesaan. Sehingga, peran pemerintah diperlukan untuk bisaa bekerjasama dengan Pengadilan, melakukan sosialiasi terkait hal ini.
“Memang banyak, dan ini memang harus diluruskan. Caranya, berikan sosialisasi kepada aparat desa melibatkan hakim, untuk memberikan pemahaman,” papar Agung Dewi yang dinobatkan sebagai Hakim sejak tahun 2003 lalu.
Untuk menekan tingginya angka perceraian di Buleleng yang tiap tahunya selalu mengalami peningkatan, mestinya peran Desa dan keluarga sangat penting menjadi ujung tombak dalam menengahi setiap permasalahan yang ada di dalam rumah tangga. Artinya, jangan sedikit-sedikit setiap permasalahan, diselesaikan di meja hijau.
“Kalau undang-undang, kan ada PERMA No. 1 tahun 2016 itu ada mediasi, yang menjembatani kedua pihak mediasi selama 30 hari. Tapi selama ini, upaya itu justru tidak berhasil, tidak menemukan kata damai, karena persoalan mendalam,” ujar wanita lulusan S2 Hukum di Universitas Mahendrata ini
Perayaan hari valentine di tahun ini, tentunya menjadi momentum baik untuk dimanfaatkan generasi muda yang mulai berfikir terbuka dan sadar akan kasih sayang itu bersifat universal. Kasih sayang di dunia bukan hanya dirayakan satu hari di setiap tahun, namun rasa kasih itu ada di setiap ruang dan waktu.
Tentunya hal ini menjadi pesan spesial bagi mereka pasangan muda yang segera ingin beranjak ke jenjang pernikahan, agar berpikir lebih terbuka setiap menyelesaikan permasalahan rumah tangga agar tidak berakhir pada perceraian.
Seyogyanya tingginya prilaku masyarakat dalam mengungkapkan rasa kasih sayangnya di perayaan Valentine, terus berlanjut baik dikehidupan berumah tangga bahkan hingga akhir hayat memisahkan. Namun pada kenyataanya, disaat memasuki jenjang rumah tangga, justru persoalan-persoalan kecil yang ada malah menjadi latarbelakang terjadinya sebuah keributan hingga berbuntut perceraian. (011)
Discussion about this post