Singaraja, Eksekusi sepihak tanpa putusan pengadilan ataupun secara hukum terhadap sebidang tanah di Dusun Musi, Desa Musi Kecamatan Gerokgak Buleleng, yang berhasil digagalkan dua orang perempuan dengan menghadang alat berat saat akan membongkar sejumlah pelinggih pada areal yang digunakan sebagai tempat suci keluarga akhirnya menguak dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD Buleleng dalam pengusuran lima kepala keluarga (KK) dengan 53 jiwa tersebut.
Proses penggusuran terhadap 53 jiwa itu terjadi setahun lebih, dimana secara tiba-tiba didatangi sejumlah orang tidak dikenal dan diusir langsung dari rumah mereka, bahkan kasus itu tidak mendapat perhatian atau penanganan dari Pemerintah Kabupaten Buleleng maupun dari aparat keamanan, sebab diduga adanya oknum anggota DPRD Buleleng yang dikenal memiliki pengaruh yang sangat kuat.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan menyebutkan, dulunya 2 KK menempati lahan tersebut sejak 50 tahun hingga kemudian menjadi 5 KK, dimana lahan seluas 2 hektar lebih itu dikelola secara turun temurun, namun secara tiba-tiba lahan tersebut diklaim, bahkan pada 10 Maret 2022 dilakukan pengukuran lahan, selanjutnya 17 April 2022 penebangan pohon dan 29 April 2022 pengrusakan atap rumah, kemudian pada 5 Mei 2022 penggusuran rumah secara paksa dengan menggunakan alat berat sejenis bego.
Dalam proses pengusuran yang dilakukan itu disebut-sebut mengerahkan sejumlah orang berbadan besar yang dikomando oknum anggota DPRD Buleleng dari Buleleng Barat, bahkan warga tidak melakukan perlawanan hingga kemudian mereka hingga saat ini malah mengontrak rumah akibat sejumlah bangunan rumah dirusak mengunakan alat berat.
Puncak kekesalan warga pada, Selasa 18 April 2023, sebuah alat berat dikerahkan kembali untuk membongkar sejumlah pelinggih pada areal yang digunakan sebagai tempat suci keluarga yang masih tersisa, bahkan rencana pembongkaran itu mendapat perlawanan secara gigih dengan menghadang alat berat terebut.
Kuasa hukum warga yang tergusur, Advokat I Nyoman Mudita, SH., Senin 24 April 2023 saat dikonfirmasi membenarkan adanya dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD Buleleng yang semestinya harus memberikan perlindungan malah menindas masyarakat.
“Lahan tersebut katanya milik keluarga Ketut Arya Budi Giri yang dibeli oleh seseorang bernama Devin Wijaya. Sedangkan status anggota DPRD Buleleng tersebut ada dilokasi masih menjadi pertanyaan besar apalagi pengerahan alat berat untuk menggusur rumah warga setempat yang kenyataannya belum ada kekuatan hukum secara sah atau Inkrah dari PN Singaraja,” beber Mudita.
Advokat Mudita memastikan, sertifikat yang dipegang saat ini diduga tidak sesuai dengan obyek sengketa, bahkan permasalahan itu sudah empat kali dilaporkan ke Polres Buleleng namun tidak membuahkan hasil, bahkan tidak ada ketegasan hukum untuk masyarakat kecil.
“Mengenai tanah warga yang di desa Musi sesuai Undang Undang Land Reform nomor 5 th 1960 dan hak redis warga secara defakto belum dicabut pihak Agraria yang mana lahan didapat dari tanah lebih milik Sweca Gara sejumlah 2 hetar 8 are. Nah muncul sertifikat beberapa tahun ini yang katanya milik Devin Wijaya dari pembelian Ketut Arya Budi Giri dengan luas 4 hektar dan lokasi yang tidak sesuai obyek. Sebenarnya obyek itu ada di Desa Gerokgak bukan di Desa Musi,”kata Mudita.
Mudita menegaskan, adanya pengakuan lahan milik warga tersebut, bahkan disertai dengan pengrusakan menimbulkan pertanyaan yang besar atas keterlibatan oknum anggota DPRD Buleleng yang secara terang-terangan berada dilokasi pengusuran saat rangkaian peristiwa pengusiran warga itu.
“Kami pertanyakan okum anggota DPRD Buleleng kapasitasnya sebagai apa, apa mendalangi pengerusakan rumah warga. Sudah jelas obyek tersebut ada di Desa Gerokgak kok datang ke lahan tersebut membawa sertifikat dengan pihak BPN guna mengukur ulang dan mengatakan kepada warga kalau lahan itu rencana dijadikan untuk proyek pemerintah. Ini sekarang direbut lahan warga yang sudah memilik SK Redis dengan sertifikat yang tidak sesuai dengan obyek,” tegas Mudita tanpa tedeng aling-aling.
Sementara, Tim Kuasa Hukum Warga Musi yang tergusur, Rekonfu Law Firm 87, dipimpin Advokat Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si., akan membawa kasus tersebut ke Polda Bali berdasarkan sejumlah data dan dokumen yang ditemukan, sebab disebutkan penanganan di Polres Buleleng tidak pernah dilakukan meski kasus itu telah dilaporkan.
“Kita secepatnya akan laporkan penyerobotan lahan warga Musi ke Polda Bali. Kenapa pemerintah Buleleng tidak bertindak dan membiarkan warganya terzolimi, mestinya mengclearkan masalah ini panggil semua pihak dan terangkan kalau tanah itu Redis. Pemda diamanatkan oleh undang-undang sebagai penguasa daerah yang berhak memberikan masyarakat , mengambil alih untuk kepentingan umum, Nah ini malah terbalik pengambilan secara pribadi apalgi pembongkaran itu secara paksa dan keterlibatan oknum DPRD Buleleng, mestinya ketua DPRD menegur anggotanya dan Polisi sebagai pelindung dan pengayom memanggil semua pihak bersama Pemkab Buleleng,” ungkap Mudita.
Sementara, oknum anggota DPRD Buleleng yang disebut-sebut turut serta dalam pengusuran masyarakat di Desa Musi belum bisa dikonfirmasi ataupun memberikan jawaban terkait atas dugaan keterlibatan dalam kasus itu.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, upaya penguasaan lahan sekitar dua hektar itu sudah terjadi sejak setahun lalu. Peristiwa itu berawal saat belasan orang yang tinggal Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, terpaksa kehilangan tempat tinggal setelah rumah mereka dihancurkan sekelompok orang tidak dikenal yang dipimpin Arya Budi Giri.
Penghancuran rumah itu dipicu oleh adanya klaim lahan yang mereka tempati adalah milik Arya Budi Giri. Padahal, warga yang terdiri dari 2 kepala keluarga, Ni Luh Merti dan I Gede Sukra Redana bersama keluarga besarnya telah menempati lahan sejak tahun 1958, bahkan atas pencaplokan lahan itu diduga ada keterlibatan jaringan mafia tanah di Buleleng. (TIM)
Discussion about this post