Singaraja, Akhirnya para penari gelatik legendaris tampil memukau ribuan penonton dalam pegelaran bertajuk Apresiasi Seni (Apsen) JOSS24, Sabtu 20 April 2024 di pelataran Eks Pelabuhan Buleleng yang diselenggarakan oleh Relawan Bajang Buleleng (RBB).
Penampilan Tari Gelatik yang dibawakan oleh para penari “bajang imaluan” (orang tua) dari Sekeha Gong Kebyar Legendaris Eka Wakya Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung Kecamatan Buleleng itu mampu memukau ribuan penonton yang memadati pelataran sejak sore.
Tari Gelatik yang dibawakan Sekeha Gong Kebyar Legendaris Eka Wakya memiliki keunikan tersendiri karena dibawakan oleh para penari yang sudah lanjut usia. Penampilan mereka penuh semangat dan energi, meskipun usia tak lagi muda.
Para penari yang terlibat dalam pertunjukan ini diantaranya Ni Made Artiasih (58), Ni Luh Putu Asrihati (52), Putu Wahyuni (56), Luh Suciningsih (54), Putu Darmita (54), Ketut Sri Aryantini (55), serta Jero Mangku Ngurah arya sastrawan (53).
Salah seorang Penari Ni Made Artiasih mengungkapkan bahwa latihan Tari Gelatik sudah dilakukan sejak 2 bulan lalu. Persiapan ini dilakukan untuk mengikuti PKB tahun 2024. Meskipun semua penari memiliki bakat menari sejak lama, mereka sempat mengalami kendala saat latihan karena beberapa penari tidak dapat hadir akibat kesibukan kerja dan upacara adat.
Bagi para penari “bajang imaluan” ini, Tari Gelatik memiliki makna yang spesial. Tari ini mengingatkan mereka pada masa muda ketika mereka aktif menari dan mengikuti berbagai festival.
“Merasa sangat senang sekali karena kita sudah tua bisa ikut menari dalam rangka tari legendaries mengingat ketika dulu sangat popular tari ini. Saya sudah senang menari sejak kecil, kelas 2 SD. Saya sering ikut festival tari saat remaja dan juga ikut gong kebyar mepadu, pernah tampil di PKB dan mengisi malam kesenian Buleleng di Denpasar pada tahun 1985,” ungkapnya.
Artiasih menambahkan bahwa dulu ia paling suka menari Tari Trunajaya saat di Gong Eka Wakya. Ia dilatih langsung oleh almarhum Gde Manik, pencipta Tari Trunajaya asal Jagaraga Buleleng.
“Saat itu menari gelatik tapi di sekeha disuruh menari tari trunajaya karya alm gede manik. Saya ditunjuk oleh sekeha gong dikursuskan menari tari trunajaya langsung kepada pak gde manik almarhum, sekeha gong yang membayar dan dilatih alm gde manik, sekitar 1983 kebetulan baru tamat dari SPG,” jelasnya.
Artiasih pun berharap agar kesenian tradisional Buleleng tetap lestari dan digemari oleh generasi muda sehingga mampu berkembang dan tetap bertahan sebagai warisan. |TIM
Editor : Made Suartha
Discussion about this post