Singaraja, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menurunkan Tim Investigasi untuk menyelidiki persoalan yang menghambat rencana pembangunan bandar udara (Bandara) Bali utara di Desa Kubutambahan. Kecamatan Kubutambahan Buleleng, bahkan setelah mengumpulkan data melalui penyidikan, Tim Kejagung, Kamis 10 Februari 2022 juga meninjau lokasi rencana lahan Bandara Bali Utara tersebut.
Berdasarkan informasi menyebutkan, seluruh prasyarat untuk pembangunan bandara telah berada di tangan Kementrian Perhubungan (Kemenhub) RI yang konon tinggal hanya menerbitkan izin penentuan lokasi (penlok), namun kemudian berbagai persoalan justru mencuat berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Bali Utara.
Kedatangan Tim Kejagung ke kabuaten Buleleng, selain mencari detil persoalan lokasi lahan bandara di Kubutambahan, juga akan menelusuri dugaan adanya mafia tanah dan investasi yang menghambat pembangunan bandara, bahkan kemudian juga memastikan adanya rencana pembangunan bandara di Kubutambahan itu digeser ke Desa Sumberklampok Kecamatan Gerokgak.
Tim Kejagung yang tiba di rencana lahan bandara di Kubutambahan didampingi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Gede Putu Astawa dan Kepala Seksi (Kasi) Intelejen Kejari Buleleng A.A. Ngurah Jayalantara yang langsung disambut warga dan tokoh masyarakat setempat.
Memastikan kondisi di lapangan, Tim Kejagung dengan Koordinator Direktorat B Jamintel Kejagung, Teuku Rahman, membaca peta bidang tanah untuk mengetahui batas-batas tanah yang masih dikelola oleh pihak investor. Selain itu, juga mengumpulkan data di lapangan terkait pengelolaan lahan yang dilakukan oleh pihak investor, namun Tim Kejagung belum menemukan adanya pemanfaatan lahan hingga kemudian langsung meninggalkan lokasi dan menolak memberikan keterangan resmi kepada awak media.
Sejumlah tokoh masyarakat Desa Kubutambahan, diantaranya Gede Suardana bersama Ketut Ngurah Mahkota usai kedatangan Tim Kejagung itu mengatakan, kehadiran langsung Tim Kejagung ke Kubutambahan setelah sejumlah warga mengadukan dugaan permainan mafia tanah ke kejagung.
“Kami berterimakasih tim pembarantasan mafia tanah kejagung sudah turun ke sini. Kami ingin masalah pengelolaan tanah desa adat dengan investor ini segara dituntaskan, sehingga rencana pemerintah membangun bandara di daerah kami segara terwujud karena kami mendukung hal itu untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahtraan masyarakat,” ungkap Gede Suardana.
Disisi lain, Ngurah Mahkota menambahkan, sejak kisruh tersebut terjadi, warga mengadukan adanya dugaan permainan mafia tanah di Jakarta ke Polda Bali sebanyak dua kali dan salah satu poin pengaduan ke Polda Bali itu sedang diproses setelah dilimpahkan ke Mapolres Buleleng.
“Pengaduan terbaru adalah ke Kejagung. Point pengaduannya adalah warga keberatan dengan addendum kontrak sewa aset Desa Adat Kubutambahan yang dilakukan 2012 lalu. Di mana pada kontrak lahan seluas 370,8 hektar dapat diperpanjang. Warga hanya mengakui proses kontrak yang dilakukan pada tahun 2001 silam,” papar Mahkota.
Diungkapkan, pada perjanjian itu disebutkan bahwa kontrak akan berakhir pada tahun 2031 dengan keputusan diambil melalui paruman yang disaksikan notaris dan pemerintah daerah. Dalam kontrak awal juga disebutkan bahwa investor memiliki kewajiban mengelola lahan sebagai kawasan pariwisata. “Ada klausul perpanjangan waktu selama 30 tahun, 60 tahun, 90 tahun, sampai waktu tidak terbatas. Itu yang membuat kami keberatan, karena tidak dibahas pada paruman,” tegas Mahkota.
Mahkota yang juga Ketua Komite Penyelamat Aset Desa Adat (Kompada) menyebutkan, sejak dilakukan perjanjian sewa lahan duwen pura seluas 370 hektar dengan PT.Pinang Propertindo pada tahun 2001, belum satupun ada bangunan yang mengindikasikan lahan tersebut dimanfaatkan.
“Kami menduga PT.Pinang Propertindo hanya ingin SHGB untuk membobol bank senilai Rp 1,2 trilun dengan menggunakan lahan duwen pura sebagai jaminan dan itupun tidak ada pembangunan.Selain itu PT.Pinang Properti mangkir dari pembayaran royalty dari 2001 dalam perjanjian royalty harus dibayar jika telat 3 bulan maka perjanjian sewa akan batal demi hukum,”ujar Mahkota.
Selain memastikan kondisi pada lahan rencana pembangunan Bandara Bali Utara, Tim Kejagung dengan Koordinator Direktorat B Jamintel Kejagung, Teuku Rahman juga mengundang sejumlah tokoh masyarakat maupun pejabat di Buleleng untuk didengarkan keterangannya di Kejaksaan Negeri Buleleng berkaitan dengan rencana pembangunan Bandara Bali Utara. (TIM)
Discussion about this post