Belasan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) teridentifikasi di Kabupaten Buleleng, sebagian besar diantaranya masih terpasung, baik dengan cara diikat maupun dikurung untuk keamanan orang-orang disekitarnya maupun lingkungannya.
Sukasada, Di Buleleng hingga saat ini tercatat dan ditemukan sebanyak 18 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dengan kondisi gangguan kejiwaan berat. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buleleng Gede Komang, Selasa (13/3/2018) saat melepas pemasungan satu ODGJ, Ketut Wijana (40) di Desa Tegallingah Kecamatan Sukasada.
Kadis Sosial Gede Komang mengatakan, dalam penanganan masalah ODGJ harus memiliki perhatian secara penuh termasuk rutinitas pengobatan dan di Buleleng saat ini ada 18 ODGJ berat yang tersebar di beberapa kecamatan.
“Kalau yang berat itu ada 18, ada yang dipasung kemudian ada yang bolak-balik berobat ke Bangli, kalau Ketut ini sudah enam kali ke Bangli dan ternyata ada sebuah solusi dari Fakultas Kedokteran ODGJ itu bisa disembuhkan,” ungkap Gede Komang.
Dengan kepedulian dan program dari Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia Simpul Bali dan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Dinsor Buleleng merencanakan pengobatan terhadap Ketut Wijana di Desa Tegallingah akan dijadikan percontohan penanganan terhadap ODGJ.
“Ini kita akan jadikan pilot project di kabupaten Buleleng, ternyata pasca penanganan penyakit jiwa itu secara standarisasi pengobatan itu ada, oleh karena pada hari ini dari Fakultas Kedokteran bersama Yayasan penanganan sakit jiwa dari Australia telah memberikan pengobatan kemudian sekaligus penyembuhan dan hari ini Ketut Wijana bisa dilepas dari pemasungan,” papar Kadis Sosial.
Dengan keberhasilan penyembuhan yang dilakukan dalam penanganan terhadap ODGJ itu, Kadissos Gede Komang berharap satu persatu ODGJ yang terpasung oleh keluarganya akan mampu disembuhkan.
“Kami dari Pemerintah Kabupaten mengharapkan kepada masyarakat yang punya keluarga, saudara yang terpasung nantinya bisa diatasi, bisa ditangani sehingga tidak ada lagi warga masyarakat yang ODGJ ini dipasung, dengan catatan pengobatan harus secara rutin,” ujar Gede Komang.
Ketut Wijana warga Desa Tegalinggah, Kecamatan Sukasada tersebut dipasung hampir tiga bulan lebih oleh keluarganya lantaran mengalami gangguan kejiwaan dan sering mengamuk, sehingga dengan terpaksa kaki kanannya diikat menggunakan rantai dan terkurung di dalam gubuk yang ada di belakang rumahnya.
Luh Jasmi (35), ipar Wijana menuturkan, Wijana mulai mengalami gangguan kejiwaan sejak 18 tahun lalu. Wijana pun sempat dibawa ke RSJ Bangli hingga 6 kali. Namun saat pulang dari RSJ, Wijana kembali mengamuk.
“Ya, terpaksa kami ikat karena sering mengamuk. Waktu kami ikat, dia harus dikasih minum pil tidur dulu. Kalau tidak mengamuk, semua dipukul. Itu yang membuat kami takut, bila tidak diikat. Takut melukai warga lain. Selain itu kami tidak bisa menjaga dia selama 24 jam karena kami meburuh. Kalau tidak kerja, kami makan apa,” ujar Jasmi.
Wijana akhirnya dapat disembuhkan dan terlepas dari pemasungan setelah secara bertahap dan rutin menjalani pengobatan dan perawatan dari Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia Simpul Bali dan Yayasan Solemen.
“Perawatan oleh pihak RSJ, tidak ada masalah. Saat pulang pasien memang dipastikan membaik. Tapi, kendala yang dialami ODGJ, tidak diberikan obat rutin sepulangnya dari RSJ,” ujar Perwakilan Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia Simpul Bali, dr. Rai Putra Wiguna.
Sementara, kendala lain yang dihadapi para keluarga yang memiliki DDGJ adalah masalah obat yang masih sangat terbatas sehingga kedepan diharapkan ada bantuan pengadaan obat yang dilakukan oleh pemerintah dan nantinya mampu secara rutin diberikan kepada ODGJ untuk membantu proses penyembuhan. (022)
Discussion about this post